Karena harta yang berharga adalah keluarga..

… maka gue akan cerita tentang keluarga lagi..

Agaaaiin?

Iya. Ha.Ha.

***

Suamik

  • Queen? Siapa itu?

Jika ada pilihan, genre film musikal adalah pilihan terakhir yang akan ditonton suamik. Huhu, tapi kan, ada Bohemian Rapsody. Meski gue diam aja sudah fals, tapi kalau dengerin orang jago nyanyik tuh, aku syukaaa..

Suamik : “Aku malas nonton film nyanyi nyanyi.”
Gue : “Tapi ini Queen Pi..”
Suamik : “Aaaarrghhh. Aku nggak usah ya, kamu aja sama Aidan.”

Sayangnya Aidan memaksa kita nonton bertiga. Akhirnya sambil melangkah gontai suamik masuk ke bioskop.

.. baru 5 menit pertama.

Suamik : “Loh dek ini film tentang Freddie Mercury apa Queen sih?”
Gue : “Ya Freddie Mercury itu vokalisnya Queen, Pi.”
Suamik : “Oooo Freddie Mercury itu Queen? Kalau dia aku sukaa..”

Krysten Ritter Eye Roll GIF
yeeee….

Nih ya, kan kemampuan nyanyik gue sudah mengenaskan, mbok ya dapat jodoh minimal ada peningkatan sedikit.. Eee ini malah nasibnya lebih menderita..

  • Siapa namanya?

Suamik habis mungut anak kucing lagi.
Suamik : “Aku mau namain anak kucing ini KULA..”
Gue : “Ha? Kula? Kulakan? Kulari ke pantai? Kula Kula dalam perahu?”
Suamik : “Bukan. KULA. Kucing Laki Laki.” *senyum lebar*
… memang suamiku sungguh kreatif..

***

Ibuk

  • Ini judulnya terjondhil-jondhil.

Sebelum gue diomelin Uda Ivan Lanin, terjondhil-jondhil di sini maksudnya kaget sampai level tembus langit ke tujuh. Alias, kuagueet buaaangett.

Seperti layaknya keluarga Indonesia yang memiliki perbedaan pandangan politik, keluarga gue juga begitu. Kami sepakat untuk tidak sepakat. Buat apa mengorbankan keharmonisan keluarga hanya karena perbedaan politik. Yang di atas sana ketawa-tawa, sementara kita rakyat jelata ribut sendiri. Ngapaaiiin?

Tapiiii.. karena dalam hal ini gue dan Ibuk sepaham, ya sudah, gue nggosipnya sama Ibuk saja.

Seperti hari itu, gue sedang duduk di meja makan, sementara Ibuk sedang asik ngopi di meja tamu. Kita asyik membahas peristiwa politik heboh di tahun ini. Kita berbicara dengan semangat, nggak ada tuh pakai bahasa isyarat apalagi berbisik. Memangnya pasir? Kok harus berbisik segala.

Tiba-tiba, gue melihat kedatangan adek gue di teras. Waduh bahaya.

Mayday.. Mayday..

Tanpa suara, gue memberikan isyarat ke Ibuk supaya berhenti.. Ibuk? Mana ngartii..

Dengan heboh, gue sibuk menunjuk belakang Ibuk, bahwa si anak lanang sudah tiba..
Ibuk akhirnya mengerti apa isyarat yang gue maksud, tapi tanpa berusaha untuk menengok ke belakang dengan santainya Ibuk malah bersabda..

“Adekmu? Orang adekmu nggak ada kok?..”

*tepoook jidat*

Tiba-tiba adek gue muncul di pintu senyum-senyum sambil melepas sepatu.
Ibuk masih melakukan monolog.
Gue langsung sibuk pura-pura tidak mengetahui apa yang Ibuk katakan.
Dalam hitungan sepersekian detik, Ibuk menengok ke belakang dan mendapati adek gue sedang berdehem-dehem kecil..

“HIYAAAAAAA….AAAAAAAAAAAAA!!!!”

Udah macam perampok kepergok nyolong kancut. Level oktaf jeritannya? Kayaknya kalau ada mayat yang denger, dia pasti langsung hidup lagi..

  • Pokoknya punya prinsip.

Suatu hari Ibuk meminta gue mengartikan suatu frasa. Tertera dalam kalimat itu “Principal Software Engineer”

Gue : “Kenapa emangnya buk?”
Ibuk : “Itu artinya apa? Ibuk penasaran, kok selama ini nggak dikasih tau kerjaannya adekmu itu ngapain..”

Tiba-tiba datang hasrat untuk menggoda..

Gue : “Oooh itu artinya Insinyur IT yang punya prinsip.”
Ibuk : “Ha? Prinsip?” *bengong*
Gue : “Iya. Prinsip.” *mengangguk yakin*
Ibuk : “Prinsip apa?”
Gue : “Apa kek, ngeden kalau beol, misalnya? Kalau udah tidur kayak uler keket, kek. Atau, prinsip kalau makan ayam sekaligus dua. Itu, prinsiiip tuu..”

Ibuk merasa jawaban gue aneh tapi mau nggak mau terpaksa percaya..

“Wah iya to nang, kamu punya prinsip ya nang? Waaa.. Anak lanang, lanang dhewe, buk.. pinter-pinter dhewe, buk“.

Lalu Ibuk menyenandungkan lagu pengantar tidur adek gue waktu kecil..
Adek gue bingung.. “Haaa? Apa si buk?”
Ibuk terharu..
Gue cekikikan
Ibuk makin peluk-peluk adek gue..
dan dari kejauhan, gue mau dilempar sandal..

  • Drama Stasiun Gambir

Setiap Ibuk akan kembalike Yogya, sepanjang minggu tersebut, Ibuk berkali-kali merubah hari tanggal dan transportasi yang akan digunakan.

Tadinya memilih weekdays, tiba-tiba berubah jadi weekend.
Tadinya sudah fix akan naik pesawat, entah tiba-tiba dapat wangsit dari mana tiba-tiba takut naik pesawat.
Tapi yang pasti, cari tiket yang murah..

Tinggal anak-anaknya yang mumet.

Nah, biasanya adek gue yang mendapat mandat untuk urusan pertiketan. Soalnya dibanding gue yang lebih manut, stok kesabaran adek gue dalam menghadapi ketidakjelasan rencana Ibuk ini, lebih sedikit.

Akhirnya Ibu memutuskan untuk pulang ke Yogya pada hari libur nasional. Tepatnya, hari Selasa pagi tanggal 20 November.

Amaan.

Selasa pagi. Kami sekeluarga sudah duduk sarapan di salah satu coffe shop di stasiun Gambir. Di samping meja, terdapat tas koper yang diletakkan dengan manis oleh pak porter.

30 menit sebelum keberangkatan.

Ibuk membaca kembali tiketnya.
Keberangkatan tanggal 25 November 2018.
Setelah membacanya sekali lagi, Ibuk menyerahkan tiketnya ke gue.

Gue : “Minggu, 25 November.. Loh, minggu? Kok, bukan 20 November?”
Ibuk : *pucat* “Piye ikii?”
Gue : “Lah, ini berangkat hari minggu, buk. Ya sudah ayo pulang lagi..”
Ibuk : *memberikan tatapan setajam lidah mertua* “PIYE TOOO KOWE NAANG??”
Adek gue : “Hah? Kenapa.. Salah to?”
Ibu : “Ibuk harus pulang hari ini. Nanti sore ditunggu bapaknya anak kos?”

panik..
Waktu keberangkatan tinggal 20 menit lagi..
Terbayang nanti akan ada drama rebutan kursi antara nenek-nenek dengan penumpang yang sah.
Lalu emak gue diturunkan di stasiun berikutnya.
Lalu ibuk drama lagi, tantrum nangis lalu mengeluarkan alibi andalan. Apalagi kalau bukan, harus pulang karena suaminya meninggal..

Iya, jangan-jangan nanti ada judul berita portal..

NENEK-NENEK INI SELALU BERALASAN SUAMINYA MENINGGAL SETIAP DITANYA PETUGAS. NOMOR 6 AKAN MEMBUAT ANDA TERCENGANG..

Oke.

Kembali ke kenyataan.

Kita langsung membuka semua aplikasi tiket. Penuh.
Duh, ya sudahlah kalau tiketnya harus hangus. Mau tidak mau, pilihan jatoh ke pesawat.

Beberapa saat kemudian tiket pesawat dengan harga hampir tiga kali lipat tiket kereta sudah didapat. Lalu adek gue beranjak ke ATM. Kita bersiap-siap ke bandara sambil tertawa perih.

Sejurus kemudian pak porter datang..

Ibuk : “Nggak jadi berangkat pak. Salah beli tiket.” *ngedumel*
Pak Porter : “Wah. Ya sudah, Ibuk ikut saya, minta perubahan tanggal ke hari ini di loket.”
Gue : “Memang bisa pak? Pagi ini semua sudah penuh pak..”
Suamik : “Seharusnya bisa, karena mereka selalu ada bangku cadangan untuk emergency..”
Pak porter : “Bisa.. Cepet ikut saya, keburu keretanya berangkat.”

Bergegas pak porter dan Ibuk berangkat, Adek gue yang siap-siap trasfter tiket pesawat langsung ditelpon supaya tidak melakukan transaksi.

Beberapa menit kemudian Ibuk pamitan berangkat naik kereta hari itu juga. Magiic.

Memang, Pak Porter adalah salah satu penyelamat bangsa.

***

Aidan

  • Itu, maksudnya..

Gue :”Aidan walau mami marah ke Aidan, tapi Mami sayaaang banget ke Aidan. Kita tetap baikkan lagi ya. Karena kita adalah ke…?”

Aidan : “Ke.. mana?”

Gue : “Kok ke mana sih? Karena kita adalah kelu…?”

Aidan : “Kelu… ar? Keluar ke mana?”

Gue : “Keluar apa? Bukaan keluar, tapi kelu…?”

Aidan : “Kelupaan..”

Gue : “Kelupaan apa sih? Keluar…”

Aidan : “Keluar.. Keluar ke mana Mi?”

Gue : ” Yee.. keluar lagi. Keluargaaaaaa..”

Aidan : “Iyaa.. Keluargaa..”

.. buset lama amaat..

  • Itu mau sunat apa mau nebang pohon?”

Aidan : “Aku nggak mau sunat nanti dipotong pakai gereja..”

Gue : “Kok gereja?”

Aidan : “Pakai itu Mi.. Ger.. apa itu?”

Gue : “Gergajii, maksudnya.. ”

  • Naik motor ke sekolah

Butuh perjuangan membangunkan Aidan tiap mau ke sekolah.

Nah dengan bangun yang selalu kesiangan, ditambah ritual bengong-mandi-bengong-pakai seragam-bengong-sarapan-bengong, maka dipastikan kami selalu berangkat terburu-buru...

Belum lagi, kondisi jalanan yang tidak bisa ditebak antara macet atau macet banget, jadi, naik mobil adalah pilihan yang amsyiong.

Naik motor to the rescue

Meskipun, gue sudah bisa mengendarai motor sejak usia 11 tahun, tapi tetap saja jiper kalau berhadapan dengan jalanan Jakarta.
~~~Wait 11 tahun? apakah saat itu gue sudah termasuk ke dalam gank cabe-cabean? Belumm.. gue masih di golongan dikotil dan monokotil..~~

Kembali ke prosesi kami..

Gue : “Aidan duduk di belakang. Harus selalu pegangan sama tas mami ya. Jangan dilepas, beneran harus selalu pegangan ya.. Apapun yang terjadi, Aidan harus tetap pegangan Mami ya.. ”
Aidan : “Iya..”

Gue pun melaju dengan kecepatan yang bahkan siput saja malu disamain sama gue..

Pagi itu perjalanan terasa lambat. Gue harus berhati-hati melintasi jalanan. Selain jalanan licin, menjaga keseimbangan motor dengan kecepatan rendah itu sangat sulit.

Loh, kok motor goyang-goyang..
Aduh, pasti Aidan bergerak-gerak..
Dia pasti ingin melihat pemandangan di depan. Penasaran, kenapa ibuk’e lelet.

Gue : “Aidan nggak usah nengak nengok.. nanti jatuh kita.”
Aidan : “Nggaaaakk.. aku nggak nengak nengok.”

.. Gue menajamkan konsentrasi,,
Aidan menggeser-geserkan duduknya.

Haduuuh..

Gue : “Aidaaan jangan bergerak doong..”
AIdan : “Aku nggak gerak-gerak Mi. Ini Pantat aku gataaaal..”
Gue : “Ya, kamu garukin aja pakai tanganmu.”
AIdan : “Tapi aku kan gak boleh lepas pegangannya..”
Gue : “Kalau gitu jangan goyang-goyang..”
Aidan : “Iya, ini pantatnya gataal Mamiii…” *geal geol*
Gue : “Aduuh motornya ghoyaaang niih..”
Aidan : “Tapi pantatnya gataal Mamii..”
Gue : “Aduuh, goyaaang…”
Aidan : “Pantatku gatal..”
Gue : “Gooo..yaaaang..”
Aidan : “Pantatkuuuu…”

..Begitu terus sampai cebong dan kampret saling berbaikan.

Nggak dhing, sampai mau sampai sekolah..
Lalu kenapa kok tidak berhenti di jalan? Itulah, kadang kubaru sadar setelah kejadiannya sudah selesai.

Diterbitkan oleh

dewi

Traditional dancer dan Illustrator yang aselinya malas nonton drama korea, pengennya masak-cuci piring aja..

27 tanggapan untuk “Karena harta yang berharga adalah keluarga..”

    1. Wakakakkaa.. nggak tauuu..Insya Allah nanti kalau sudah sunat. Sekarang sih masih dalam tahap negosiasi perkenalan dengan sunat.. (terus masih maju mundur syalalala)

      Suka

Tinggalkan Balasan ke Rahma balci Batalkan balasan