Dua Anak Kecil Berbaju Batik…

Dua anak kecil berbaju batik….
Sepasang saudara laki-laki ini memakai baju batik dengan motif yang hampir sama. Bukan, mereka bukan putra abdi dalem keraton Surakarta. Mereka hanya memakai baju batik pemberian mami yang baru saja pulang dari Solo. Iya baju batik murah meriah yang dibeli di Pasar Klewer. Walaupun nilai baju ini tidak seberapa, tapi reaksi dari anak-anak inilah yang membuat mami tersenyum lebar.
Reaksi Kakak : ” Horee baju pestaaa.. Baju pestaa.. Mau sekarang, mau dipakai sekarang juga! “. Sang kakak tidak ingin melepas baju batik murah yang sedang dicobanya itu. Terpaksa mami harus membuat kesepakatan bahwa si kakak akan diberikan ice-cream kalau kakak dengan sukarela melepas baju batik barunya untuk dicuci.
Reaksi Adik : “….”
Si adik tidak memberikan reaksi berlebihan, hanya melihat sepintas kemudian kembali ke kesibukannya bermain lego. Ya another baju rumahan lain, pikirnya. Selama motif kaos bukan bergambar Spiderman atau Angry Bird, si adik hanya menganggap baju itu hanya salah satu dari sedikit baju yang bisa dipakai dan dilepas kalau sewaktu-waktu dia ngompol.
Dua anak kecil berbaju batik…
Sepasang saudara laki-laki ini, seperti layaknya anak-anak yang tinggal di Jakarta, hampir tidak pernah bermain di alam bebas. Tidak, mereka tidak pernah berjalan lebih jauh dari halaman rumah eyang.. Walaupun halaman rumah eyang sangat luas, tapi tetap saja permainan yang mereka lakukan masih berada dalam lingkup halaman rumah. Bersepeda, berlari-larian, bermain ayunan, hanya sebatas itu permainan mereka. Tidak pernah satupun kegiatan dilakukan diluar pagar tanpa pengawasan sang mami.
“Tapi ini demi kebaikan mereka juga kok” demikian ungkap mami, papi, dan para eyang. Jika seandainya pagar halaman tersebut dibuka tanpa ada yang mengawasi, bagaimana kalau terjadi sesuatu?
Bagaimana kalau mereka diculik?
Bagaimana kalau mereka terkena sepeda motor yang ngebut?
Bagaimana kalau mereka dijahili anak-anak lain yang lebih besar?
dan beribu alasan ‘bagaimana kalau’ lainnya. Akhirnya pagar halaman itu kembali kokoh terkunci dan anak-anak hanya bisa membayangkan apa yang terjadi diluar pagar sana.
Dua anak kecil berbaju batik….
Pagi itu matahari masih tampak murung dan hanya meninggalkan langit yang kelabu. Hanya angin yang bersemangat menghembuskan dirinya. Sepertinya sang angin tidak sabar menanti kedatangan sahabatnya. Hujan.
Seperti hari-hari sebelumnya, pagi ini pun pagar rumah eyang masih tertutup rapat. Pagar rumah eyang yang berlapis fiberglass supaya orang luar tidak dapat melihat apa yang ada di halaman.
Dua anak kecil berbaju batik itu hanya berjalan hilir mudik. Sang adik mengambil sebuah daun kering yang jatuh kemudian dilemparkannya keatas. Kakak pun tidak mau kalah, ia mengambil kerikil dan melemparkannya juga. Berulang-ulang kegiatan itu mereka lakukan. Sesuatu yang tampak biasa-biasa saja bagi yang melihat namun menjadi hal yang menyenangkan bagi anak-anak.
Tidak berlangsung lama, mereka pun bosan. Tapi sepertinya ada sesuatu dari arah pagar yang menarik perhatian mereka. Si adik yang pertama kali melihatnya. Sebuah lubang ditengah pagar. Lubang itu tidak begitu besar, tapi cukup besar untuk melihat apa yang ada diluar sana. Kemudian si kakak menghampiri dan mengikuti apa yang dilihat adiknya.
Mereka melihat keluar.. Sepertinya bukan pemandangan yang luar biasa karena hanya berupa halaman rumah pak dokter, tetangga sebelah rumah, yang memang hobi berkebun.
Tapi menjadi sesuatu pemandangan yang menakjubkan bagi dua anak kecil ini.
“Suara apa itu? Suara buldozer ya” tanya si adik sambil mengintip lubang dipagar.
“Bukaaan, itu suara dinosawuwus...” Si kakak mengambil alih posisi adiknya.
“Eh lihat.. lihat, bisa disobek..” Kakak menemukan keajaiban baru, dia bisa merobek lapisan fiberglass pagar itu sedikit demi sedikit. Pemandangan diluar pagar sudah mulai tampak jelas.
“Wuaaaa,, kueeeweeeen.” Sang adik pun meniru apa yang dilakukan kakaknya
Demikian mereka merobak fiberglass lalu menaburkan ke atas kepala seperti sedang bermain confetti. Pemandangan diluar pagar semakin jelas adanya.
“Waah.. lihatt… ada hutaaaan!” Teriak si kakak sambil melihat serumpun pohon palem, pohon pisang dan pohon-pohon buah lainnya dihalaman tetangga.
“Waa disana gelap sekaliii… ada bungaa!!” sahut si adik tidak kalah gembira.
“Kita ke hutan yuk…” ajak si kakak yang diiringi anggukan adiknya.
Seakan kakak dan adik ini saling mengerti apa yang ada dipikiran masing-masing, tanpa perlu berkata-kata lagi mereka merobek lapisan fiberglass ini sedikit demi sedikit. Sampai pada akhirnya menghasilkan lubang yang cukup besar untuk dilalui seekor… anak kucing.
Beberapa menit yang mungkin dirasa sudah berjam-jam lamanya, mereka disibukkan mengerjakan project melarikan diri ini. Seakan-akan mereka hendak kabur dari penjara. Iya, kemiripannya bisa disandingkam dengan duo kakak beradik di serial Prison Break. Tiba-tiba terdengar suara….
“Anak-anak sudah yaa, sudaah. Pagarnya jangan dicongkel-congkel, nanti bolong. Jangan dirobek-robek ya… Yang tajam-tajam kalau kena jari luka looo.. Kalau kena jari, sakiiit. Sudah ya, jangan dirusak yaa, nanti eyang marah”
Terdengar kata-kata manis yang dengan suksesnya menghentikan konsentrasi mereka.
Harapan untuk bisa segera bebas bermain didunia luar kembali terhalang oleh suara mami.
Harapan untuk berpetualang ditengah hutan gelap kembali terhalang oleh si pagar.
Harapan untuk memecahkan misteri apakah itu tadi suara buldozer atau dinosawuwus kembali terhalang karena dibujuk untuk melihat DVD Thomas.
Harapan mereka untuk keluar rumah eyang sementara ini kembali ditunda.

 

Dua anak kecil berbaju batik in…
Mereka harus masuk kedalam rumah.
Mereka ikhlas dan tetap bermain menikmati kegiatan yang ada.
Mereka akan berlompat-lompatan diatas kasur.
Mereka akan curi-curi memanjat balkon sampai terdengar jeritan panik dari maminya.
Mereka akan berteriak-teriak senang ketika lari kejar-kejaran.
Mereka akan tertawa bahagia ketika kompak menjadi partner in crime. Terutama ketika sedang memasukkan semua peralatan dapur ke kolam ikan dan berpura-pura itu sebagai perahu.
Mereka akan bertengkar. Salah satu akan marah dan yang lain akan menangis ketika harus berebut mainan.
Mereka, anak-anak, akan menemukan kebahagiaan mereka sendiri entah bagaimana caranya.
~~ Suatu saat.. suatu saat.. pasti. Kami akan berpetualang dihutan yang gelap mencari buldozer dan dinosawuwus. ~~ Demikian janji dua anak kecil berbaju batik.
Demikian posting ini dibuat. Foto diambil senin 16 September 2013 lalu di halaman mertua, daerah Ampera. Sambil menunggu bocil sedang tidur siang (tapi belum makan), iseng gue ngikutin tantangan #PeopleAroundUs yang dibuat sama @aMrazing… Nggak, nggak untuk menang-menangan. Supaya biar lebih sering nulis dan blog ini gak melulu isinya tentang kebodohan gue..