Hari semakin terang saat kereta kami membelah hamparan sawah dan sungai. Gue lapar. Bersempit-sempitan di kursi cukup membuat perut ini protes. Adalah ide yang cerdas untuk menghabiskan sisa siang itu di gerbong restorasi daripada makan sambil bejibaku di kursi.Mas ganteng sebelah gue sedang apa, doski sedang molor nganga..
Puas kenyang sambil nongkrong cadas, kami kembali ke tempat duduk. Diiringi suara desis rel kereta api, gue mencoba mengikuti jalan cerita film di TV. Masalahnya, volume TV ini hanya bisa menjangkau mereka yang duduk paling depan.. jadi bagi kami yang duduk di tengah dan selanjutnya ke belakang, dipersilahkan untuk menyaksikan film bisu.
Menyerah, akhirnya sambil angon bocah, gue memperhatikan saja kejadian di sekitar. Ada mbak-mbak yang tadinya duduk bosan berpangku tangan kini asik ngobrol dengan teman seperjalanannya. Ada mahasiswa unyu bak figuran sinetron tapi waktu bicara logatnya medhok banget. Ada anak yang sepanjang perjalanan tidak berhenti bertanya pada bapaknya.. untuk apa berlapar-lapar puasa, eh salah itu lagu Bimbo..
Ngomong-ngomong soal percakapan, gue jadi ingat awal kepindahan kami ke Solo, dimana masalah terbesar dalam hidup adalah mengartikan bahasa jawa.
Ceritanya gue sedang main dan ditawarkan makan siang di rumah teman. Apakah gue menolak? Tentu saja… tidak dong. Prinsip berbukalah dengan yang traktir sudah berlaku sejak kecil. Apalagi, rumput tetangga tampak lebih hijau, maksudnya lauk rumah teman selalu lebih enak dari rumah sendiri.
Gue : “Inggih buk..” (siap-siap menyendok semuanya)
Mama teman : “Kalau ini Jangan Asem, yang ini jangan, yang ini juga jangan.” (menunjuk satu per satu menu yang ada di meja makan)
Gue : “…” (langsung jiper begitu diberi peringatan ‘jangan’)
Mama teman : (mengeluarkan beberapa mangkok lauk sayur lagi). “Kalau ini sambel yang ini kerupuk karak.”
Lah kok semuanya jangan? Walhasil gue hanya makan tempe, kerupuk dan sambel karena gue pikir cuma menu itu yang boleh dimakan. Pupus sudah harapan untuk bisa kenyang bahagia.
![]() |
.. bagaimana? enak makanannya?.. |
![]() |
… ii.. ini .. ee.. eeenak banget.. |
Perlu waktu cukup lama untuk tau ternyataa si Ibu tidak melarang gue makan, melainkan kata Jangan kalau di Solo artinya sayur. Ya manalah awak ni tauuu makciiik…
Eh tunggu dulu.. banyak yang turun, artinya…
![]() |
.. E kaget aku… Apa sedang ada shooting?.. |
Mungkin ada sinetron baru dengan judul:
Pemeran utama : aktor yang hornian melulu, alias Shandy Sundolo sama artis yang akhirnya maunya angkat koper dari lokasi shooting. Novia Koklopacking.
Oh Tuhan.. tolong…
Eh jadi tadi gimana? Iya. Tiba-tiba ada yang bikin rame..
- Pasangan ini ber-etnis tionghoa dengan rentang usia pertengahan 30. Loh seumuran gue dhooong.. eh eh tapi, tampak dari belakang-genic-nya lebih tuaaak si om kokkk.. Pembenaran. Aku kan aseliknya toko baju, itu loo Forever 21.
- Sang perempuan berkulit putih, berambut hitam tebal dan dikucir kuda. Untuk selanjutnya kita panggil dengan nama si Istri pasrah.
- Laki-lakinya sedikit tembam, gue rasa matanya bisa bersaing secara sehat dengan pipi roti boy-nya. Wajah biasa-biasa aja cenderung tidak biasa.. alias out of market.. Untuk selanjutnya kita sebut sebagai Om jelek-tapi-galak
Tegang.
Kami kaget tak tau harus berbuat apa. Kejadiannya begitu cepat.. Mungkin kalau ada Superman, Clark Kent belum sempat ke balik semak-semak untuk membuka baju.. perkelahian itu sudah keburu memasuki babak final.
Om jelek-tapi-galak : “.. INI LIHAT INI.. LIHAAT INI…!!!”
Om jelek-tapi-galak : “HESHRN@%#&%&^UHEPIA78%CAZ KHG7k 67WAKAWAKKA”..
Pokoknya gue hanya bisa mendengar monolog si Om yang marah-marah ke istrinya dan terdengar seantero gerbong.. Tapi dasarnya kuping rada congek jadi masih aja tidak jelas.
Tunggu.
Jarak dua kursi, si pria tereak-tereak tapi masih nggak dengar? Anuk, ituh, mungkin sayah lupa *tenggak ginko biloba*
OM TERUS MENEKAN
PENGEMBALIAN YANG BAGUS SEKALI, SI ISTRI MAMPU BERTAHAN
PERTANDINGAN BERJALAN DENGAN ALOT
SI ISTRI MENGAMBIL KUDA-KUDA JURUS KUNGFU PEREMUK TULANG
..tunggu dulu, itu tadi Chinmi-nya Kungfu Boy..
kemudian ada yang iseng lewat
“BACANG AYAM, TAHU BANDUUNG.. SIAPA MAU LEMPER?”
![]() |
.. semua ngacung… *lalu gue ditimpuk pakai cireng* |
Maafkan akuh.
![]() |
..Bukannya tidak empati, akuh hanya becanda.. |
Tidak sampai beneran sampai baku pukul, tapi yagitulah kira-kira begitu kronologisnya. Gue hanya bisa melongo… HIH dari tadi begitu terus, yang lain dong. Oke, gue hanya bisa melanga..
Tidak.
Kami semua diam. Sepertinya everybody loves other people’s drama. Apalagi penumpang di sebelah mereka terus menatap tanpa malu-malu.. Ih mas gak takut dilabrak apa?
Gue menoleh ke belakang,
Siapa tau datang sesosok tinggi besar, pakdhe Liam Nesoon yang kebetulan berperan jadi petugas FBI.
Atau minimal si rombongan mbas-mbas asisten artis yang berformasi jadi boiben kece.. Itu Wonder? Wonder.. Rection..
![]() |
Nyanyik ” You don’t know you saiful.. Ooo.. Ooo That makes you bang Ipull” |
Semua hening… heniiiiing lengkap dengan keringat dingin sebesar upil yang membasahi jidat.. Kira-kira sepersekian menit yang seakan sepersekian menit lamanya.. Iya sama aja itu. Intinya tidak ada seseorang yang bergerak melakukan sesuatu.
Entah tidak mau dianggap pahlawan kesorean,
Entah takut kena bogem matang pohon dari si om jelek-tapi-galak.
Apa yang bisa gue lakukan? Seharusnya gue bisa improvisasi. Mungkin ini kalimat basi, tapi paling tidak bisa mengalihkan pertikaian mereka untuk sementara waktu..
Mereka : ” Maaf, anda siapa?…”
![]() |
.. dah neiiiikk…. |
Beres. Konflik mereka selesai dan masalah baru dimulai ketika gue berubah jadi samsak tinju.
Untungnya itu hanya khayalan, karena pada kenyataanya kami semua masih di posisi masing-masing.
~bersambung~